I. Muqqadimah
Di jaman global seperti sekarang ini kerap dianggap sebagai momen yang tepat untuk mengadakan perubahan, isu mengenai kiprah perempuan di sektor publik tidak akan pernah hilang terutama dalam bidang relasi gender. Karena jumlah sumber daya perempuan yang sangat besar, jauh berbanding degan laki-laki, tapi kondisinya banyak yang tertindas dan terpuruk, kondisi ini pun dimanfaatkan feminisme untuk dijadikan jawaban bahwa perbedaan peran berdasarkan gender adalah karena produk budaya. Bukan karena perbedaan biologis atau natural dan genetis.
Sedangkan faktor mendasar, bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang tak hanya berlaku pada sisi biologis, namun juga ranah sosial tempat keduanya hidup dan berinteraksi. Sayangnya, perbedaan yang seharusnya menjadi hikmah ini malah oleh banyak pihak diusung sebagai deskriminasi yang sangat tidak adil bagi kaum perempuan.
Berbincang dengan kesetaraan dan keadilan gender sebenarnya Al-Quran telah mengulasnya empar belas abad silam. Sebagaimana di sebutkan dalam firman Allah SWT surah An-Nahl/16 ayat 97: “Barang siapa yang melakukan amal kebajikan baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka Kami akan meng karuniakan kepadanya kehidupan yang baik.”
Dalam ayat lain “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan”. (QS Ali Imran: 195).
Sudah jelas dengan ayat tersebut bahwa kesetaraan dan keadilan gender itu sudah ada sejak dahulu. Dalam islam laki-laki dan perempuan sama punya proporsinya masing-masing dan harus terjalinya kerjasama karena laki-laki dan prempuan di ciptakan untuk saling melengkapi kekurangan masing-masing, bukan untuk saling menonjolkan dirinya sendiri.
II. Setara tapi tak sama
Gender adalah perbedaan dan fungsi peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan. Seks/kodrat adalah jenis kelamin yang terdiri dari perempuan dan laki-laki yang telah ditentukan oleh Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya.
Kesetaraan dan keadilan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
Kesetaraan dan keadilan gender dalam islam merupakan pola interaksi antara laki-laki dan perempuan yang harus tetap berada dalam koridornya, sehingga tidak terjadi ketidakadilan diantara mereka. Maksudnya seluruh tindakan, perbuatan sikap, hingga perilaku didasarkan atas kodrat dan ketentuanya masing-masing. Banyak hadis yang menekankan agar seorang istri menaati suaminya secara totalitas, namun disisi lain Al-Quran juga menyuruh dan memerintahkan agar suami berlaku adil dan berbuat baik kepada istrinya. Sehingga kalau semua orang memahaminya maka tidak akan ada yang namanya ketidakadilan gender ini.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan yang sesuai dengan proporsinya masing-masing.
III. Permasalahan Ketidakadilan Gender
Faqih dalam Achmad M. menyatakan, ketidak adilan gender adalah suatu sistem dan struktur yang menempatkan laki-laki maupun perempuan sebagai korban dari sistem (Faqih, 1998a; 1997).
Merujuk pada pendapat tersebut bahwa ketertinggalan perempuan mencerminkan masih adanya ketidakadilan dan ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia, hal ini dapat terlihat dari gambaran kondisi perempuan di Indonesia. Sesungguhnya perbedaan gender dengan pemilahan sifat, peran, dan posisi tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan. Namun pada kenyataannya perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidak adilan, bukan saja bagi kaum perempuan, tetapi juga bagi kaum laki-laki.
Berbagai pembedaan peran, fungsi, tugas dan tanggung jawab serta kedudukan antara laki-laki dan perempuan baik secara langsung maupun tidak langsung, dan dampak suatu peraturan perundang-undangan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidakadilan karena telah berakar dalam adat, norma ataupun struktur masyarakat.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas bahwa keadilan dan kesetaraan gender sebenarnya akan berlangsung dengan baik, asalkan semua orang mengerti dengan tugasnya masing-masing dan memahami proporsinya. Oleh karena itu, kesetaran dan keadilan gender harus di bangun atas azas proporsionalitas. Karenan wanita tidak di ciptakan dari tulang kepala laki-laki, hingga dapat menindas laki-laki. Wanita juga tidak di ciptakan dari tulang kaki laki-laki, sehingga ia di injak-injak laki-laki. Tetapi wanita di ciptakan dari tulang rusuk laki-laki sehingga ia menjadi pendamping bagi laki-laki dan memiliki hak dan kewajiban yang telah di atur dalam Al-qur’an dan Al-Hadis.
Dengan menyadari proporsionalitas kita, pasti ketidakadilan gender tidak akan terjadi karena semua manusia mempunyai hak serta kewajibannya sendiri-sendiri.